Apa Itu Sabun? Sejarah & Proses Pembuatan Sabun Alami

Apa Itu Sabun? Sejarah & Proses Pembuatan Sabun Alami
Apa Itu Sabun? Sejarah & Proses Pembuatan Sabun Alami

Sabun adalah salah satu produk perawatan tubuh paling esensial dalam kehidupan manusia. Meski terlihat sederhana, sabun memiliki sejarah panjang yang membentang hingga ribuan tahun, serta melibatkan ilmu kimia yang menarik. Artikel ini akan mengulas secara mendalam: apa itu sabun, bagaimana proses pembuatannya (saponifikasi), serta bagaimana sabun telah berevolusi dari zaman kuno hingga zaman modern.


Pengertian Sabun: Apa Itu Sabun?

Sabun terbentuk melalui reaksi kimia antara lemak dan alkali pada suhu tinggi, umumnya antara 80°–100°C. Proses ini dikenal sebagai saponifikasi.

  • Lemak: Bisa berasal dari hewan (misalnya lemak sapi atau babi) atau tumbuhan (seperti minyak kelapa, minyak zaitun, minyak biji wijen).
  • Alkali: Biasanya menggunakan sodium hydroxide (NaOH) untuk sabun batang, atau potassium hydroxide (KOH) untuk sabun cair.
  • Air: Diperlukan untuk melarutkan alkali dan membantu proses reaksi.

Hasil dari reaksi ini adalah garam dari asam lemak (sabun) dan gliserol, yang juga memiliki manfaat sebagai pelembap alami.


Sejarah Sabun: Dari Babylonia ke Zaman Modern

2800 SM – Sabun di Peradaban Babylonia

Sejarah sabun dapat ditelusuri hingga sekitar 2800 SM di wilayah Babylonia (Irak modern). Bukti arkeologis menunjukkan bahwa masyarakat Babylonia telah mencampur lemak hewan dengan abu tanaman yang mengandung alkali untuk mencuci wol dan kapas.

Pengaruh Peradaban Arab

Perkembangan sabun juga mendapat pengaruh besar dari dunia Arab, yang mengembangkan teknik pembuatan sabun dari minyak tumbuhan. Mereka memperkenalkan berbagai bahan alami seperti:

  • Minyak zaitun (olive oil)
  • Minyak wijen (sesame oil)
  • Minyak aroma (aromatic oils) seperti laurel atau thyme

Sabun Aleppo dan Castile

Dua jenis sabun tradisional terkenal yang berasal dari masa ini adalah:

  • 🧼 Sabun Aleppo: Berwarna hijau di bagian dalam, terbuat dari olive oil dan laurel oil.
  • 🧼 Sabun Castile: Berwarna kekuningan, umumnya terbuat dari olive oil murni atau dicampur dengan sesame oil.

Sabun jenis ini diproduksi secara handmade dan alami, serta masih digunakan hingga saat ini karena manfaatnya yang lembut di kulit.


Evolusi Sabun di Era Industri

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, terutama sejak Revolusi Industri, terjadi perubahan besar dalam produksi sabun:

Dari Alami ke Sintetik

Kini, sebagian besar sabun yang beredar di pasaran adalah sabun komersial berbahan dasar sintetik. Tujuan utamanya:

  • Menekan biaya produksi
  • Memperpanjang masa simpan produk
  • Menyesuaikan dengan standar industri dan konsumen

Sayangnya, banyak dari bahan kimia ini sulit dikenali oleh konsumen karena menggunakan istilah ilmiah atau nama dagang yang rumit, seperti:

  • Sodium Lauryl Sulfate (SLS)
  • Cocamidopropyl Betaine
  • Tetrasodium EDTA

Dampak Terhadap Kulit

Beberapa bahan sintetis ini dapat menyebabkan:

  • Kulit kering
  • Iritasi
  • Reaksi alergi

Oleh karena itu, semakin banyak orang yang kini kembali memilih sabun berbahan alami atau organik, terutama bagi yang memiliki kulit sensitif atau kondisi kulit seperti eksim dan psoriasis.


Manfaat Sabun Alami

Sabun alami yang dibuat melalui metode tradisional atau cold process memiliki berbagai manfaat:

  • 🌿 Lembut di kulit dan tidak menghilangkan kelembapan alami
  • 🌿 Mengandung gliserin alami yang melembapkan
  • 🌿 Bebas dari pewangi sintetis dan deterjen keras
  • 🌿 Ramah lingkungan karena mudah terurai

Kesimpulan: Kembali ke Sabun Alami

Sabun bukan hanya alat untuk membersihkan tubuh, melainkan juga bagian dari peradaban manusia yang telah berevolusi selama ribuan tahun. Dalam upaya menjaga kesehatan kulit dan lingkungan, kita semakin disarankan untuk memahami:

  • Asal usul bahan dalam sabun
  • Cara pembuatannya
  • Manfaat sabun alami dibandingkan sabun sintetis

Dengan semakin banyaknya pilihan sabun natural di pasaran, kini saatnya Anda memilih sabun yang lebih ramah kulit, ramah lingkungan, dan kaya sejarah.


Perlu rekomendasi sabun natural terbaik? Kunjungi koleksi Body Care Treatment Suma Natural 💚


SOAP HISTORY – BABYLONIA 2800 B.C.

Formula kasar untuk membuat sabun telah ditemukan pada tablet tanah liat Babilonia kuno yang berasal dari tahun 2800 SM. Pada masa pemerintahan Nabonidus, salah satu raja Babilonia terakhir, formula pembuatan sabun diindikasikan dengan menggabungkan ‘uhulu’ (abu) dengan minyak cemara untuk mencuci batu. Ini merupakan pembersih paling awal yang tercatat!

Dahulu orang Mesopotamia membuat sabun dengan mencampurkan lemak hewani dengan abu kayu dan air untuk mencuci wol. ‘Sabun’ tertua juga digunakan untuk tujuan ritual oleh para pendeta Sumeria ketika mereka menyucikan diri sebelum upacara suci. Dan di tahun-tahun berikutnya, beberapa versi modifikasi bahkan mungkin digunakan untuk mengobati penyakit kulit. Orang Mesir kuno juga menemukan teknik (sekitar tahun 1500 SM) untuk meramu komponen mirip sabun, dengan mencampurkan garam alkali dengan minyak – sebagaimana dibuktikan oleh papirus Ebers yang menggambarkan bagaimana minyak hewani dan nabati dicampur dengan garam alkali untuk menghasilkan zat seperti sabun dan menyebutkan bahwa sabun digunakan untuk mengobati luka, penyakit kulit, dan mencuci barang.

Selain itu, masyarakat Neo-Babilonia semakin menyempurnakan resep sabun ‘pencuci batu’nya, dengan secara efektif memasukkan abu, minyak cemara, dan minyak wijen, selama abad ke 6 SM.

Sedangkan orang Yunani dan Romawi kuno dikenal mencuci tubuhnya tanpa sabun. Mereka lebih suka mencuci diri dengan campuran air, tanah liat, batu apung, pasir dan abu, lalu mengurapi diri mereka dengan minyak, kemudian dengan menggunakan semacam alat untuk mengeruk seluruh sisa minyak ditubuh. Pada abad kedua Masehi, Galen, dokter terkenal Yunani, menganjurkan mencuci tubuh dengan sabun sebagai tindakan pencegahan penyakit kulit.


Pada abad ke-7 dan ke-8. Bangsa Arab sudah menguasai seni pembuatan sabun, yang mereka sebarkan bersama dengan penyebaran agama Islam, pertama ke Spanyol dan kemudian ke Eropa. Rekor serikat pembuat sabun pertama di Eropa dimulai pada masa ini.

Orang Arab membuat sabun dari minyak nabati seperti minyak zaitun dan beberapa minyak aromatik seperti minyak thyme atau laurel. Sejak awal abad ke-7 sabun telah diproduksi di Nablus (Palestina), Kufah (Irak) dan Basra (Irak). Sabun arab dibuat berwarna (kebanyakan berwarna kehijauan dan kekuningan) dan diberi tambahan aromatik, sebagian sabun diproduksi dalam bentuk cair. Ada juga produksi sabun cukur khusus. Ada catatan bahwa pada tahun 981 Masehi, sabun cukur tersebut dijual seharga 3 dirham.

Sabun seperti yang kita kenal sekarang adalah turunan dari sabun Arab yang bersejarah. Tabib Arab terkenal Ibnu Sina (Avicenna), yang hidup pada abad ke-11, menyarankan penggunaan sabun hanya untuk mencuci penderita kusta. Kepada yang sehat, awalnya beliau hanya menyarankan untuk mempergunakan campuran air dan tanah liat sebagaimana yang dilakukan orang Yunani dan Romawi kuno.

Pada pertengahan abad ke-19, muncullah sabun beldi hitam (black beldi soap) yang menjadi sangat populer di dunia, yang sanggup mengelupas kulit mati dengan sempurna dan menghilangkan racun dikulit. Jenis sabun khusus ini pertama kali muncul di Maroko. Sabun ini merupakan salah satu resep sabun kuno yang menggunakan extra virgin olive oul dengan tambahan beragam rempah, buah dan beri, serta beragam tambahan minyak essensial aromatik.


Original Soap Ingredients

Pada dasarnya sabun hanya memiliki tiga bahan utama saja, yaitu lemak, air dan alkali. Sebagaimana sejatinya bahan utama sabun.

Lemak sendiri dapat berupa lemak hewani yang berasal dari sapi, kambing atau domba.

Seiring berjalannya waktu dan kebutuhan akan sabun dengan aroma yang tidak terlalu “kuat” seperti menggunakan lemak hewani, mulailah bahan lemak hewani digantikan dengan lemak nabati seperti olive oil, sesame oil, palm oil, coconut oil dan lainnya. Penggunaan lemak nabati tambahan untuk penambah fungsi aromatik dan kesehatan dapat diberikan sebesar 5-25% diantaranya beragam essential oils maupun tambahan beeswax dan cacao/shea butter.

Dahulu, alkalididapatkan dari pengolahan lanjutan abu kayu perapian, namun sekarang alkali dapat dengan mudah didapatkan dalam bentuk KOH ataupun NAOH.

Namun, sejatinya bahan pembuatan sabun tetaplah hanya lemak, air dan alkali.


Ancient Soap – Aleppo Soap

Asal usul sabun Aleppo tidak diketahui secara pastinya, dugaan penggunaan sudah dilakukan oleh Ratu Cleopatra dari Mesir dan Ratu Zenobia dari Suriah, sabun ini dikisahkan menjadi rahasia kecantikan para ratu. Sabun asli Aleppo adalah sabun keras yang terbuat dari minyak zaitun, minyak aromatik laurel bay, alkali, dan air, bahan-bahan lokal yang tersedia amat banyak di Levant, Suriah.

Sabun Aleppo dibuat dengan metode hot process. Pertama, minyak zaitun dimasukkan ke dalam tong besar bersama dengan air dan alkali. Di bawah tong terdapat api bawah tanah yang memanaskan isinya hingga mendidih. Perebusan berlangsung selama tiga hari sementara minyak bereaksi dengan alkali dan air menjadi sabun cair kental. Minyak aromatik laurel ditambahkan di akhir proses, dan setelah tercampur, campuran diambil dari tong dan dituangkan di atas selembar kertas minyak besar di lantai pabrik untuk dibiarkan mendingin dan mengeras selama sekitar satu hari. Saat sabun mendingin, pekerja memotong sabun menjadi kubus. Kubus sabun ditumpuk dalam silinder yang disusun untuk memungkinkan paparan udara maksimal. Setelah cukup kering, mereka dimasukkan ke dalam ruang bawah tanah khusus untuk didiamkan selama enam bulan hingga satu tahun.

Seiring bertambahnya usia, sabun mengalami beberapa perubahan kimia. Kandungan basa bebas pada sabun (bahan basa yang tidak bereaksi dengan minyak selama saponifikasi) terurai jika bereaksi lambat dengan udara. Kadar air pada sabun juga berkurang sehingga membuat sabun menjadi keras dan tahan lama. Dan yang terakhir, warna bagian luar sabun menjadi emas pucat, sedangkan bagian dalamnya tetap hijau.

Lokasi perdagangan Aleppo yang strategis menarik pemukim dari berbagai ras, sehingga mampu memfasilitasi ekspor sabun. Sabun ini diyakini telah diperkenalkan ke Eropa pada Abad Pertengahan, pada masa Perang Salib (1095-1291) dan dengan cepat menjadi dikenal di seluruh wilayah Mediterania, menjadi inspirasi dan mendorong produksi jenis sabun lainnya di Eropa yang amat mendunia melebihi sabun Aleppo, yaitu sabun Castile.


SOAP HISTORY – THE ROMAN ERA

Sabun menjadi sangat populer di seluruh Kekaisaran Romawi (100 SM – 400 M). Ketika reruntuhan Pompeii digali, seluruh pabrik sabun ditemukan di dalam reruntuhan tersebut. Di dalam Ensiklopedia Historia Naturalis karya Pliny the Elder (ditulis sekitar tahun 77 M) menyebutkan istilah sapo, kata Latin untuk sabun. Sang naturalis selanjutnya menjelaskan bagaimana sapo dibuat dari kombinasi lemak dan abu dan terutama digunakan sebagai bahan wax untuk rambut.

Pemandian Romawi yang mewah dibangun sekitar tahun 312 SM. Bangsa Romawi, bersama dengan bangsa Yunani dan Yahudi menghormati filosofi bahwa tubuh adalah anugerah dari para dewa dan harus dijaga dengan sangat hormat. Terpesona oleh kebersihan dan sanitasi tubuh, pemandian umum dan toilet yang rumit pun dibangun.

Penulis Romawi kuno juga menyampaikan tentang bagaimana produk sabun lebih banyak digunakan oleh orang-orang Galia dan Jerman dibandingkan orang Romawi – dimana orang Romawi lebih memilih untuk mengikis kulit mereka hingga bersih dengan menggunakan minyak esensial, pasir putih (sebagai bahan abrasif), dan strigil (alat untuk mengikis kotoran dan keringat) untuk kemudian berendam di air hangat.

Galen, dokter dan ahli bedah terkemuka Yunani abad ke-2 M yang berpraktik di kekaisaran Romawi, lebih lanjut menyebutkan bagaimana sabun dibuat dengan menggunakan alkali sambil meresepkan efektivitasnya dalam membersihkan kotoran dari tubuh dan pakaian. Ia juga menjelaskan bagaimana produk sabun terbaik pada masanya berasal dari Jerman dan Galia. Kebiasaan mandi di seluruh Eropa naik dan turun seiring dengan peradaban Romawi. Ketika Roma jatuh pada tahun 467 M, begitu pula jatuhnya kebiasaan mandi. Kurangnya kebersihan dan kondisi kehidupan yang buruk diyakini berkontribusi terhadap banyaknya wabah penyakit di Abad Pertengahan. Meskipun begitu, ada beberapa wilayah di dunia abad pertengahan di mana kebiasaan mandi amat terjaga, diantaranya adalah kebiasaan umum mandi setiap hari di Jepang dan kolam pemandian sumber air panas merupakan tempat berkumpul yang populer di Islandia.


Medieval Europe

Jatuhnya Kekaisaran Romawi pada tahun 467 M mengakibatkan jatuhnya popularitas mandi dan sabun, dimulailah era Great Unwashed. Di sebagian besar Eropa, mandi dianggap sebagai alat setan sehingga kebiasaan mandi hanya dilakukan saat lahir (proses baptis). Kondisi tidak sehat yang terjadi ini berkontribusi besar terhadap terjadinya wabah penyakit (black death) yang menghancurkan Abad Pertengahan.

Pada Abad Pertengahan inilah parfum pertamakali ditemukan dan berkembang di Eropa untuk melawan bau tak sedap. Proses mencuci juga tidak dianjurkan oleh pihak gereja. Diyakini bahwa dengan mandi, seseorang dapat menghilangkan rahmat yang diterimanya saat pembaptisan. Baptis ini seharusnya dapat memandikan orang Kristen untuk selamanya – secara harfiah dan kiasan.

Mode kebersihan dibawa ke Eropa oleh para ksatria tentara salib, yang mengunjungi negara-negara Arab selama Perang Salib. Pada tahun 1424, sabun batangan pertama dibuat di Italia. Hingga saat ini sabun padat Italia dianggap salah satu yang terbaik di dunia. Kemudian sabun dianggap sebagai barang mewah dan hanya digunakan oleh perwakilan ulama dan bangsawan. Di Prancis, pada masa pemerintahan Raja Louis XIV, semua rutinitas air di pagi hari untuk raja hanya sekedar membasahi kelopak matanya dengan air. Dikatakan bahwa Louis XIV umumnya hanya mandi dua kali sepanjang hidupnya dan kemudian atas rekomendasi dokternya.

Dikutip dari buku “The Dirt on Clean: An Unsanitized History” oleh Katherine Ashenburg, Mary Antoinette, ratu Prancis terakhir yang identik dengan kecantikan dan penampilan anggun serta mewah, ternyata jarang mandi. Istri Raja Louis XVI itu bahkan dilaporkan jarang mengganti bajunya. Untuk mengatasi bau badan, sang ratu biasanya menyemprotkan parfum banyak-banyak ke tubuhnya. Salah satunya, parfum beraroma aneka bunga yang diproduksi rumah kecantikan Lubin. Marie Antoinette bahkan disebut-sebut menyelundupkan wewangian itu ke penjara tempatnya ditahan sebelum dieksekusi mati.


Bangsa yang memiliki kebiasaan “bersih” di masa Medieval – Viking

Bangsa Viking sangat memperhatikan praktik kebersihan mereka. Mereka mandi setidaknya sekali seminggu atau bisa setiap hari apabila tempat tinggalnya memiliki akses ke sumber air bersih. Selain itu, orang Viking akan menyisir rambutnya dengan sisir yang terbuat dari tulang atau tanduk dan menggunakan pinset primitif untuk menghilangkan bulu tubuh yang tidak diinginkan. Bangsa Viking juga menciptakan sauna, ruangan berpemanas yang digunakan untuk membersihkan tubuh dan pakaian mereka. Suhu sauna bisa mencapai 110 derajat Fahrenheit, menyediakan lingkungan optimal untuk mandi uap guna membunuh bakteri.

Berikut beberapa fakta kebersihan bangsa Viking:

  • Bangsa Viking biasa mencuci rambut mereka dengan campuran air garam dan cuka, kemudian membilasnya dengan air bersih. Cuka bersifat antibakteri dan membunuh bakteri dan spora jamur, sehingga membantu menjaga kulit tetap sehat dan bersih.
  • Bangsa Viking sering mandi menggunakan sumber air panas atau sungai sebagai sumber air pemandiannya. Air hangat membantu menghilangkan stres dan mempercepat penyembuhan dengan membersihkan kotoran dan keringat.
  • Sabun dibuat menggunakan kombinasi alkali yang berasal dari abu kayu, dan lemak hewani seperti lemak, rumah tangga viking yang lebih kaya sudah mampu membeli bahan-bahan yang lebih mahal seperti minyak zaitun atau lilin lebah untuk membuat sabun yang lebih lembut. Sabun tersebut ditaruh dalam wadah mangkuk batu (pic 3).
  • Bangsa Viking juga memiliki akses ke banyak bahan alami yang membantu mereka menjaga kesehatan kulit dan rambut: minyak lavender untuk melembutkan kulit; rose hips untuk mengobati ketombe, ekor kuda untuk meningkatkan sirkulasi darah, kulit kayu birch untuk memberikan sifat desinfektan untuk luka, daun rowanberry membantu untuk melawan bau mulut, dll. Dengan menggunakan berbagai bahan yang ditemukan di alam, bangsa Viking dapat menjaga kebersihan diri tanpa membahayakan kesehatan. Pendekatan ini terbukti berhasil bukan hanya karena efektif – namun karena aman juga!

Bangsa yang memiliki kebiasaan “bersih” di masa Medieval – Jepang

Jepang adalah salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia, dengan onsen (mata air panas alami) yang bermunculan di setiap wilayah, oleh sebab itu amat masuk akal kalau mandi sudah menjadi hal yang populer di Jepang sejak lama. Konon asal muasal praktik ini terletak pada “misogi”—tindakan membersihkan tubuh sebelum mengunjungi kuil. Orang-orang membersihkan tubuhnya di sungai atau laut. Ketika agama Buddha diperkenalkan oleh Tiongkok pada abad ke-6, fasilitas pemandian yang disebut “yudo” atau “yokudo” dibuat di samping banyak kuil di Jepang. Ajaran Buddha menyatakan, “Saat Anda mandi, Anda membuang tujuh penyakit dan memperoleh tujuh berkah.”.

Menariknya, hingga zaman Meiji (1868–1912), sabun belum digunakan di Jepang. Why? Dapat ditilik dari culture kesehariannya, kebiasaan makan mereka yang tidak mengkonsumsi “daging merah” tidak akan menghasilkan lemak untuk disimpan, serta cara pengolahan makanan yang mayoritas dibakar, rebus dan kukus artinya mereka tidak membutuhkan minyak dalam jumlah besar untuk diproduksi (selain untuk media penerangan). Oleh sebab itu mereka tidak mengenal budaya membuat sabun.

Jadi apa yang mereka gunakan? Mereka menggunakan dedak padi (Rice Bran). Para wanita memadukan bahan ini dengan produk alami lainnya seperti cangkang telur yang dihaluskan dan bahan aromatik seperti kulit kayu magnolia dan minyak kamelia. Dedak padi yang digiling menjadi bubuk halus serta dicampur bahan natural lainnya akan dimasukkan ke dalam kantong sutra kecil (kapas juga bisa). Kemudian rendam kantong dalam air, peras kelebihan airnya dan gosok lembut pada kulit atau rambut secara seksama terlebih dahulu, kemudian dibilas hingga bersih sebelum masuk bak mandi.

Terkadang mereka mengganti dedak dengan kacang adzuki giling, ditambah kulit jeruk dan mentimun ataupun buah kesemek. Dalam sejarah, dituliskan pula kebiasaan para wanita mencuci muka dengan embun yang dikumpulkan dari bunga krisan.


Abad ke-11 sampai ke-16

Pada abad ke-8, pembuatan sabun sudah dimulai di Italia dan Spanyol dimana sabun dibuat dari lemak kambing dan abu pohon beech.

Pada abad ke-11 M, para tentara salib yang terpikat pada produk kebersihan ‘eksotis’ dari Timur berhasil membawa beberapa resep sabun Aleppo ke wilayah Eropa. Pada saat ini lemak hewani mentah mulai digantikan secara total oleh minyak nabati manis seperti minyak zaitun dan minyak wijen, sehingga dapat menghasilkan sabun yang tidak berbau, meskipun sebenarnya para apoteker Timur Tengah sudah menambahkan parfum beraroma manis (essential oil dan fragrance oil) sejak abad ke-7 Masehi di Basra dan Nafu, namun komposisi pengharum ini masih menjadi rahasia.

Sabun batang keras muncul pada abad ke-12 yang masih dianggap sebagai barang mewah, terbuat dari minyak zaitun, alkali, jeruk lemon (yang amat banyak terdapat disana) dan mulailah mereka menemukan dan menambahkan ramuan aromatik (essential oil dan fragrance oil) di dalamnya. Sabun batang keras ini diproduksi di daerah penghasil zaitun di selatan, khususnya Spanyol dan sejak abad ke-13 dan seterusnya, sabun keras secara teratur diimpor melintasi pegunungan Alpen ke Italia dan negara-negara Eropa lainnya.

Orang Inggris mulai membuat sabun pada abad ke-12. Pembuatan sabun komersial dimulai di koloni-koloni Amerika pada tahun 1600, namun selama bertahun-tahun lebih merupakan pekerjaan rumah tangga dan bukan sebuah profesi.

Sejak abad ke-15, pusat pembuatan sabun berada di Marseilles, Toulon, dan Hyères yang sebagian besar merupakan bagian dari Provence. Hal ini diduga disebabkan oleh cuaca yang bagus sehingga dapat menghasilkan minyak zaitun berkualitas tinggi. Meskipun minyaknya diekstraksi dengan baik, metode ekstraksi alkali masih mentah. Oleh karena itu, pembuatan sabun merupakan proses yang melelahkan dan sering kali membutuhkan tong besar untuk merebus bahan-bahannya.


Abad ke-17 sampai ke-18

Pada periode ini, Perancis mulai menggunakan minyak zaitun untuk membuat sabun. Sabun Marseille telah dibuat di Perancis selatan selama lebih dari enam abad. Resep ini pertama kali diakui secara resmi pada tahun 1688 pada masa pemerintahan Louis XIV, sang “Raja Matahari”. Pada akhirnya, wewangian atau fragrance oil dikembangkan dan dicampur ke dalam proses pembuatan sabun. Konon Raja Louis XIV dari Perancis mengeksekusi tiga pembuat sabun karena membuat sabun batang yang mengiritasi kulit Kerajaannya yang sangat sensitif. Ketika Inggris mulai membuat sabun pada abad ke-12, pada tahun 1633 Raja Charles I memberikan monopoli selama 14 tahun kepada Society of Soapmakers of Westminster.

Namun perlu dicatat bahwa meskipun teknik pembuatan sabun terus berkembang selama ribuan tahun, sebelum abad ke-18, penggunaan dan pembuatan sabun masih relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk. Sederhananya, pengguna sabun cenderung adalah orang dengan perekonomian menengah keatas karena faktor mahalnya biaya pengadaan bahan baku natural tersebut (lemak hewani dan beragam minyak serta tanaman herba). Selain itu, karena adanya bahan yang ‘mengganggu’ indera penciuman (seperti lemak hewani), banyak jenis sabun yang mengeluarkan aroma tidak sedap. Namun seiring dimulainya revolusi industri, ahli kimia mampu memasukkan zat aromatik seperti minyak sawit, extract kelapa dan fragrance oil ke dalam produk sabun.

Pada tahun 1688 Pemerintah Inggris mengenakan pajak cukai yang besar pada sabun dan barang-barang domestik lainnya untuk membayar hutang besar yang mereka tanggung selama Perang Saudara. Akibatnya, banyak produk keseharian hanya bisa diperoleh oleh orang-orang kaya karena beban cukai yang sangat besar untuk sabun, garam, bir, alkohol, gula dan tembakau. Mereka juga mengekspor abu sabun dan lemak ke Inggris.

Fun Fact: Kemajuan ilmu pengetahuan menyebabkan ledakan industri. Penemuan bakteri dalam penelitian medis terjadi pada akhir tahun 1600-an. Padahal temuan yang lebih signifikan berasal dari Louis Pasteur pada tahun 1865. Penelitiannya terhadap bakteri memacu teori bahwa mikroba adalah penyebab penyakit.


Castile Soaps

Castile Soap adalah salah satu sabun Eropa paling populer yang terinspirasi dari pembuatan Aleppo Soap, salah satu produk sabun pertama dan terpenting yang pernah dibuat yang berasal dari Suriah. Setelah ribuan tahun digunakan di Suriah, pedagang terkenal dari kota Aleppo melakukan perjalanan melintasi Jalur Sutra yang sangat jauh, mencapai Asia, Timur Tengah, dan Persia di mana pedagang ini pertama kali bertemu orang Eropa. Selama abad ke-11, Tentara Salib menemui karavan yang berisi sabun Aleppo dan melihat cara pembuatannya selama mereka tinggal di Tanah Suci.

Sekembalinya ke Eropa, mereka membawa serta berbagai produk dalam jumlah besar berasal dari Timur Tengah dan mulai menemukan cara membuat produk tersebut (atau variasi serupa) menggunakan bahan dan peralatan yang mereka miliki. Pada mulanya produksi sabun lokal Eropa dilokalkan ke kawasan Mediterania, yang perlahan mulai menyebar dengan kedatangan pembuat sabun Muslim ke Spanyol dan Italia pada abad ke-12. Dengan dedikasi dan penemuan merekalah proses produksi dapat terorganisir di Eropa dan memungkinkan kota Malaga, Kartago, Kastilia, Alicante di Spanyol, dan kota Savone, Genoa, Naples, Bologna, dan Venesia di Italia menjadi pusat ekspor sabun di seluruh Eropa.

Pembuat sabun awal di wilayah Mediterania tersebut tidak memiliki akses mudah terhadap minyak aromatik laurel yang dibutuhkan dalam pembuatan sabun Aleppo, dan karena itu mereka menghilangkannya dari formulasi sabun, sehingga terciptalah sabun minyak zaitun murni yang sekarang dikenal sebagai sabun Castile.

Sabun Castile berhasil membangun popularitas tersebut karena kota di Spanyol ini memang merupakan daerah penghasil minyak zaitun terbesar, bahan penting yang digunakan dalam produksi sabun berkualitas tinggi. Bahkan sekarang, lebih dari setengah milenium setelah pertama kali dibuat, sabun Castile merupakan salah satu sabun alami dan bio-degradable terbaik yang dapat diproduksi dengan tangan. Ini adalah sabun yang bagus untuk mencuci badan, mencuci rambut, aman digunakan oleh anak-anak dan tidak kehilangan khasiatnya seiring berjalannya waktu.


Perlu rekomendasi sabun natural terbaik? Kunjungi koleksi Body Care Treatment Suma Natural 💚


Referensi:

Similar Posts