Istilah “jejak karbon” mengacu pada jumlah gas yang diproduksi untuk mendukung berbagai aktivitas manusia. Ukuran jejak kita sering dinyatakan dalam ton setara karbon dioksida (CO2). Gambarannya begini :
Manusia bernafas menghirup O3 dan mengeluarkan CO2. Saat diam kita menghasilkan sedikit CO2, coba kita bergerak sedikit-mencuci piring-jalan-berlari- setiap kegiatan yang kita lakukan menghasilkan jumlah karbon yang berbeda. Semakin aktif gerakannya, maka semakin banyak CO2 yang dihasilkan, sampai sini sudah paham?
Nah, bayangkan berapa banyak CO2 yang dihasilkan di sekolah, rumah sakit, kantor, supermarket, mall dan PABRIK dengan jumlah manusia yang berbeda dan kegiatan yang berbeda pula, sudah dapat dibayangkan?
Ohhhh begitu doang!!!…tentu saja belum selesai Alfonso. It’s just a beginning.
More deep.
Lihat sekeliling anda, ada berapa banyak barang dihadapan anda, kanan, kiri, depan, belakang. Barang itu perlu diproduksi bukan? Berapa persen buatan pabrik? Berapa persen barang bekas?
Apakah anda sedang makan siang atau nyamil sore atau sekedar menikmati minuman hangat/dingin? Makan apa? Nyamil apa? Masak sendiri atau beli? Kalau beli dimana? Buatan mana? Kalau masak, semua bahan beli dimana? Bumbu beli dimana? Bumbu dan bahan buatan mana? Kalau sedang minum, bahan minuman beli dimana? Bahan buatan mana?
Anda memakai pakaian bukan? Pakaian baru atau lama? Beli dimana? Buatan mana?
Anda sedang mau belanja? Belanja ke mana? Berapa jaraknya? Naik apa? Belanja apa saja? Barang buatan mana?
Sampai sini ada bayangan tidak sejauh mana jejak karbon tersebut mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari, belum paham?
Hmmm…katakanlah kita tinggal dijaman purba yang belum mengenal budaya konsumtif, minimal sekali kegiatan atau jumlah item yang kita miliki bukan? Kenapa? Ya karena tidak ada pabrik, apabila kita menginginkan baju atau barang wajib membuat atau menganyam sendiri dan sebagainya. Jadi jelas seadanya, makan apa yang ada disekitar atau yang dihasilkan dikebun. Yang paling jelas, sudah pasti tidak akan lapar mata jajan disupermarket atau mall (lha wong ra ono). Sudah pasti jarang jalan juga kecuali ada proses barter atau transaksi dengan kampung sebelah.
Karena budaya konsumtif belum merajalela jadi belum ada demand artinya belum perlu pabrik. Artinya belum ada jejak karbon yang massive seperti sekarang ini.